Selasa, 25 November 2014

Birdman: Or The Unexpected Virtue of Ignorance (2014)

Sinopsis Film Birdman: Or (The Unexpected Virtue of Ignorance)

Saya bukan kritikus profesional, tapi tetap saja saya orangnya menilai film secara objektif. Saya takkan termotivasi untuk menyukai film yang memenangkan nominasi Oscar atau segala kepentingan lain yang ada dibelakangnya. Jadi maaf saja bagi Anda yang menyukai film ini apabila saya lantas memberi ulasan yang tidak sesuai dengan keinginan Anda.

Memang sekelompok aktor berbakat, tapi kisahnya seakan-akan dibuat megah padahal ceritanya tak ada yang terlalu menarik. Seorang aktor veteran ingin melakukan pertunjukan di Broadway, apanya yang istimewa? Okelah, kita bisa lihat gaya shoot yang berkepanjangan tanpa putus sama sekali. Malah sebuah gaya yang baru saya lihat. Saya berpikir gaya itu takkan putus sampai film habis, tapi setelah karakter Riggan menembak hidungnya, shoot yang panjang menjadi putus. Membuat mata saya akhirnya berkedip dan kembali segar. Selain itu penabuh gendang yang terdengar sepanjang film berjalan seakan mengindikasikan ini film yang membosankan.

Ada beberapa adegan yang terlihat ketika karakter Riggan dapat melemparkan dan merusak benda-benda disekitarnya tanpa ia sentuh. Dalam kenyataan itu hanya ada dalam imajinasinya, itu dilakukan dengan tangannya sendiri. Sama seperti ketika karakter Riggan melayang sehingga orang-orang melihatnya. Pada dasarnya orang melihatnya karena ia berdiri diujung bangunan membuat ia menjadi pusat perhatian, jadi sebenarnya bukan karena melayang ia diperhatikan.

Buktinya ketika ia terbang, tak satupun orang yang terkejut atau memperhatikannya. Karena pada kenyataannya ia hanya naik taksi. Satu-satunya pertanyaan yang tertinggal adalah ketika di akhir film. Saya tak mengerti ia terjatuh atau memang benar-benar terbang.

Ada satu pernyataan yang saya suka di film ini, ketika karakter Birdman mengatakan kalau masa sekarang penonton kebanyakan suka dengan film action yang penuh dengan ledakan dan omong kosong, bukan drama penuh ocehan filosofis yang menyedihkan. Bagi saya itu benar, saya suka film action penuh omong kosong minim cerita macam Transformers atau film drama penuh cerita minim action macam Predestination. Karena sekali lagi saya katakan, saya orangnya objektif dalam menyukai film. 5/10.


Seorang mantan pemeran dari karakter superhero berjudul Birdman pada masanya, terlunta-lunta menghadapai kenyataan bahwa usia yang tak lagi muda telah menelan segala bentuk kejayaan pada masa lalu dan kini telah terlupakan. Riggan Thomson (Michael Keaton) kini berusaha eksis di dunia panggung hiburan Broadway. Pertunjukan yang semakin dekat, sementara ia kesulitan mendapatkan aktor yang cocok dengan perannya.

Mike (Edward Norton) kemudian hadir sebagai aktor yang cocok mengisi peran tersebut, meski pada akhirnya Mike bersitegang dengan Riggan soal penguasaan panggung. Disamping itu Mike juga menjalin hubungan dengan manajer yang juga anak Riggan, Sam (Emma Stone). Hal itu membuat Riggan menjadi di luar kendali.

Di saat yang mendesak, Riggan yang frustasi kerap membayangkan kembali bagaimana ia bahagia pada masa jayanya. Pengaruh dari masa lalunya kemudian memaksa kehendaknya antara sadar atau imajinasinya untuk merubah haluan hidupnya.

Birdman : "...old-fashioned apocalyptic porn. Birdman: The Phoenix Rises."



Tidak ada komentar:

Posting Komentar